Gunung Penanggungan

Mendaki Gunung Penanggungan: Perjalanan Spiritual di Tengah Alam Jawa

Aku masih ingat pertama kali denger nama Gunung Penanggungan, salah satu temen bilang gini, “Itu kayak mini Semeru.” Awalnya saya agak skeptis. Maksudnya apa coba, mini Semeru? Tapi dasar penasaran, saya cari tahu. Ternyata benar, gunung ini meskipun ‘cuma’ setinggi 1.653 meter di atas permukaan laut, tapi aura mistis, sejarah, dan keindahannya tuh bener-bener bikin merinding—in a good way.

Pertama kali naik itu saya bareng empat teman kantor, iseng pas long weekend. Awalnya cuma pengen healing, cari udara segar, dan lari sejenak dari laptop. Tapi Gunung Penanggungan ngasih lebih dari itu. Di sinilah saya ngerasa kayak ditampar secara halus—bahwa alam punya cara unik buat ngajarin kita banyak hal.

Keindahan Gunung Penanggungan: Gunung Kecil Rasa Gunung Besar

Gunung Penanggungan: Gunung Keramat yang Menyimpan Jejak Sejarah Peradaban  Hindu-Buddha - PR Garut

Kalau dibilang indah, menurutku sih blog Gunung Penanggungan tuh underrated. Lokasinya di perbatasan Mojokerto dan Pasuruan, dan secara visual, bentuknya kerucut sempurna. Pas lagi cerah, siluetnya dari kejauhan kayak lukisan. Tapi yang bikin saya benar-benar jatuh cinta itu justru suasana spiritual dan situs-situs purbakala yang tersebar di sepanjang jalur pendakian radar mojokerto.

Buat yang belum tahu, Penanggungan dikenal sebagai gunung suci oleh masyarakat Jawa Kuno. Ada puluhan situs candi dan petirtaan kecil di jalurnya. Mulai dari Candi Jedong, Candi Sinta, Candi Lurah, sampai petirtaan Jolotundo. Rasanya kayak mendaki sambil napak tilas sejarah Majapahit. Saya sampai mikir, “Kok enggak dari dulu gue ke sini, ya?”

Waktu matahari mulai naik dan kabut pelan-pelan turun, pemandangannya beneran magis. Bukan cuma karena alamnya yang cantik, tapi juga atmosfernya yang tenang banget. Serius, cocok banget buat yang lagi cari kedamaian.

Mengapa Gunung Penanggungan Dijadikan Destinasi Wisata?

Menurut saya, ada tiga alasan utama kenapa Gunung Penanggungan itu sekarang makin rame dijadiin tempat wisata.

1. Dekat dan Mudah Diakses

Kalau kamu dari Surabaya, cuma butuh sekitar 2 jam buat sampai ke basecamp—bisa lewat Tamiajeng atau Jolotundo. Gak perlu cuti panjang atau logistik ribet kayak ke Rinjani. Pendakian bisa dilakukan dalam satu hari alias tektok.

2. Kaya Sejarah dan Budaya

Jarang-jarang lho ada gunung yang punya lebih dari 80 situs arkeologi. Nggak heran sih kalau tempat ini sering juga disebut “gunung suci”. Banyak orang datang ke sini bukan cuma buat olahraga, tapi juga buat kontemplasi dan ritual budaya.

3. Pemandangan yang Luar Biasa

Walaupun gak setinggi Semeru atau Arjuno, tapi view dari puncaknya tuh 360 derajat! Kalau cuaca cerah, kamu bisa lihat Gunung Arjuno, Welirang, Semeru, bahkan laut utara Jawa. Dan momen sunrise-nya… duh, gak bisa diceritain, harus dialamin langsung.

Tips Mendaki Gunung Penanggungan: Belajar dari Kesalahan Sendiri

Waktu pertama kali naik, saya tuh beneran gak riset sama sekali. Salah besar. Kaki kram, minum kurang, dan akhirnya ngos-ngosan parah pas tanjakan terakhir. Nah, biar kamu gak kayak saya, berikut ini tips mendaki Gunung Penanggungan yang bisa banget kamu terapin:

1. Pilih Jalur Sesuai Kekuatan

Ada beberapa jalur: Jolotundo (via Trawas) dan Tamiajeng (via Mojokerto). Kalau kamu pemula dan pengen santai, Tamiajeng lebih landai, tapi lebih jauh. Kalau kamu suka tantangan dan pengen mampir ke situs-situs sejarah, Jolotundo cocok banget.

2. Bawa Air Cukup!

Di Penanggungan gak ada sumber air alami yang bisa diakses dengan mudah. Beda banget sama gunung kayak Lawu. Minimal bawa 2 liter per orang ya, serius.

3. Start Lebih Awal

Kalau bisa mulai jalan sebelum subuh. Alasannya simpel: biar kamu dapet sunrise dari puncak dan gak kehabisan tenaga di tengah hari pas matahari lagi garang-garangnya.

4. Pakai Sepatu yang Nggak Alay

Saya pernah pake sepatu olahraga biasa. Alhasil licin pas turunan. Jalur Penanggungan itu banyak pasir dan tanah, jadi gunain sepatu gunung yang punya grip bagus.

5. Hormati Situs Sejarah

Kalau kamu lewat candi atau petirtaan, jangan sembarangan foto atau sentuh. Banyak orang lupa kalau tempat ini tuh sakral buat sebagian masyarakat.

Apa yang Saya Dapat dari Mendaki Gunung Penanggungan?

Pasca-Kebakaran Hutan, Jalur Pendakian Penanggungan Dibuka Lagi - Suara  Surabaya

Nah, bagian ini yang paling susah diceritain, tapi paling bermakna. Saya pribadi ngerasa dapet banyak banget pelajaran dari perjalanan ke Penanggungan.

1. Belajar Sabar dan Nunduk

Pas tanjakan terakhir yang curam banget, saya tuh beneran mikir, “Ngapain sih gue naik gini-ginian?” Tapi pas sampe puncak, saya sadar… semua hal yang indah memang butuh usaha. Di gunung, gak ada yang instan. Sama kayak hidup, kita harus terus naik walau capek.

2. Ngerasa Kecil Tapi Berharga

Dari atas, semua kota dan desa kelihatan kecil banget. Tapi justru di situ saya ngerasa tenang. Bahwa kita bagian kecil dari alam, tapi tetap punya tempat. Ada semacam perasaan damai yang susah dijelasin.

3. Disconnect untuk Reconnect

Serius, naik gunung tuh seperti reset tombol pikiran. Gak ada sinyal, gak ada notifikasi, gak ada drama medsos. Saya ngerasa lebih deket sama diri sendiri. Saya bahkan sempet nangis kecil pas sendirian di puncak. Bukan karena sedih, tapi karena… ya, saya ngerasa bersyukur banget.

Naik Penanggungan Sekali, Ketagihan Selamanya

Kalau kamu baca sampai sini, mungkin kamu udah bisa ngerasain gimana kuatnya pengaruh Gunung Penanggungan buat saya. Bukan cuma soal alam yang indah, tapi soal rasa, spiritualitas, dan pelajaran hidup yang diam-diam ditanamkan sama gunung kecil ini.

Jadi kalau kamu ngerasa hidup lagi crowded, pikiran lagi sesak, atau cuma pengen uji diri sendiri—ayo naik ke Penanggungan. Tapi jangan cuma naik untuk selfie. Naiklah untuk belajar. Naiklah untuk kenal diri sendiri.

Dan jangan lupa… bawa turun sampahmu. Jangan tinggalin apapun selain jejak.

Gunung Penanggungan: Lebih dari Sekadar Alam, Tapi Pusat Spiritualitas Jawa Kuno

Kalau boleh jujur, mendaki Gunung Penanggungan itu nggak kayak naik gunung biasa. Dari awal langkah kaki menapaki jalur tanahnya, udah kerasa ada vibrasi mistis dan spiritual yang kuat. Bukan serem, tapi lebih ke arah “tenang banget”.

Buat orang Jawa zaman dulu, Penanggungan itu tempat para resi bertapa. Gunung ini bahkan diyakini sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa, makanya banyak banget situs peninggalan Hindu-Buddha di sepanjang jalurnya. Bayangin ya, kamu lagi ngos-ngosan nanjak, tiba-tiba ketemu candi kecil di tengah hutan. Rasanya kayak disambut oleh leluhur.

Saya sendiri sempat duduk lama di salah satu situs petirtaan kuno di jalur Jolotundo. Airnya jernih, sejuk, dan tenang. Ada suara jangkrik, dedaunan, dan gemericik air yang bener-bener bikin hati plong. Saya cuma bisa duduk, diem, dan bersyukur. Rasanya kayak lagi diterapi gratis sama alam.

Baca juga artikel menarik lainnya tentang Chew Kin Wah: Tokoh Inspiratif yang Mewujudkan Seni Sebagai Alat Perubahan Sosial disini